Get Domain...!!!

Kamis, 24 April 2008

Buat Usaha Yuk!


Banyak orang yang bercita-cita untuk menjadi pegusaha, tapi amat sedikit yang benar-benar menjadi pengusaha. Mengapa? Karena sebagian besar dari kita dididik untuk menjadi seorang karyawan, yang lebih mengutamakan rasa aman, hindari resiko. 'Zona Nyaman' di lingkungan kerja merupakan salah satu penyumbang terbesar 'pengkerdilan mental pengusaha'. Salah satu syarat untuk menjadi pengusaha adalah 'tempatkan dirimu pada posisi yang tidak nyaman'.


Sebagai awal, tak usah muluk-muluk ingin mendirikan perusahaan yang memiliki aset bermilyar-milyar, itu nanti.... Cukup kita simpan di otak kita dan pupuk, pupuk, pupuk dalam mimpimu... (jadikan sebagai visi).


Sebagai pembelajaran, kita mulai dari usaha yang sederhana. Pembelajaran disini bukan hanya pembelajaran dalam seluk beluk bisnis tapi yang utama adalah pembelajaran mental kita telah lama 'dikebiri', perubahan paradigma dan cara pandang kita. Karena sebenarnya ini lebih pada masalah mental.


Sebagai rekomendasi, awalilah dengan membuka usaha berbasis makanan. Mengapa? Tidak lain dan tidak bukan adalah bisnis ini tidak akan lekang dimakan zaman, selama manusia masih butuh makan, produk anda pasti laku! Yang tidak kalah pentingnya adalah perputaran uang di bisnis ini cepat, sehingga bagi kita yang modalnya 'cupet' hal ini sangatlah membantu, dan yang paling penting adalah resikonya relatif kecil.


Bisnis tetaplah bisnis, meski resikonya kecil, anda tetap harus memiliki perencanaan dan pengetahuan yang cukup sebelum terjun dalam bisnis ini. Setidaknya anda harus tau makanan apa yang diminati oleh masyarakat sekitar, tempat yang strategis, target pasar anda, segmen pasar mana yang anda bidik, dan tentu saja 'inovasi' dalam produk anda. Jangan lupa hitung secara akurat biaya anda. Sebagai tindakan yang lebih serius, buat perencanaan jangka pendek mengenai biaya dan kuantum penjualan anda, kapan anda mencapai break even point dan mencapai keuntungan. Buat laporan penganggaran biaya sederhana sebagai alat kendali anda, dengan membandingkan dengan realisasi biaya anda.


Keinginan adalah keinginan, cita-cita tetaplah cita-cita jika anda tidak mencoba... Keberhasilan anda tergantung pada langkah pertama anda. Anda ingin menjadi pengusaha atau udah puas pada posisi anda, langkah pertama anda-lah yang menentukan. Selamat menjadi pengusaha!

Rabu, 23 April 2008

Repotnya Konversi Energi

Antri... Merupakan suatu pemandangan yang umum baru-baru ini, mulai dari antri bahan pangan, minyak goreng, dan yang lagi ngetren adalah bahan bakar minyak dan kelangkaan gas.

Namun, apa yang sebenarnya telah terjadi di balik antri BBM (minyak tanah) dan konversi energi tersebut. Sebuah pertanyaan yang menggelitik untuk dijawab, di tengah maraknya jargon-jargon pemerintah, yang "dicekoki" ke masyarakatnya. Isu tentang kenaikan harga minyak dunia dan keefisienan penggunaan gas menjadi kampanye efektif yang mengiringi jalannya konversi energi.


Jadi apakah alasan dibalik "konversi energi"? Tidak lain dan tidak bukan adalah kebijakan ekonomi makro yang diterapkan oleh pemerintah. Kondisi keuangan negara adalah yang utama, selama ada potensi kondisi keuangan negara surplus, maka hal tersebut layak/halal dilakukan, meski akan berpengaruh buruk pada bidang lainnya, contoh sederhananya kelangkaan minyak tanah dan gas tadi. Semuanya dilakukan untuk mengejar angka-angka 'nisbi', mulai dari kondisi keuangan negara, tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan, dan lain sebagainya, tanpa memperhatikan kondisi riil masyarakat.


Contoh kasus, kegiatan konversi energi ini, mengapa dilakukan? Tidak lain adalah untuk memperbesar pendapatan negara dengan melakukan ekspor minyak. Saat ini, dimana harga minyak dunia telah menembus kisaran angka $100 per barrel, maka konsumsi minyak dalam negeri dikurangi, untuk memperbesar ekspor. 'Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui', pendapatan negara meningkat, beban negara atas subsidi minyak juga berkurang, sungguh tindakan yang elegan. Harga gas yang murah ditawarkan menjadi solusi yang terlihat rasional. Tapi sungguh disayangkan, kesiapan lembaga yang menjamin ketersediaan gas di negeri ini masih terkesan 'ogah-ogahan'. Atau memang, ketersediaan akan gas itu sendiri yang masih belum mencukupi kebutuhan, terbukti dalam menjamin ketersediaan gas di lingkungan perusahaan saja masih rawan akan kekurangan, apalagi ditambah untuk memenuhi kebutuhan gas di rumah tangga. Jadi jangan heran kalo, akhir-akhir ini sering diberitakan mengenai kelangkaan gas di masyarakat.


Minyak mahal, langka pula, mau pake gas, juga gak ada, mau masak pake apa??? Ironi memang jika kehidupan ekonomi riil di masyarakat digadaikan dengan pencapaian angka-angka 'nisbi' dan prestasi pemerintah secara makro. Akhirnya sih.... Ngantre lagi...ngantre lagiiii....

Korupsi di Mata Ekonomi

Korupsi..... Suatu biang kerok ketidakefisienan di negeri ini. Negeri ini kaya, sumber daya yang melimpah, baik hutannya, mineral di perut bumi, kekayaan lautnya, berbagai sumber daya hayati, sungguh merupakan negeri anugerah Tuhan. Tapi mengapa rakyatnya miskin, kurang gizi, kelaparan, putus sekolah, sekali lagi tidak lepas dari korupsi yang sudah membudaya di negeri ini.

Lalu mengapa sedemikian besar dampaknya dalam perekonomian? Semua ini karena korupsi, menyebabkan peristiwa ekonomi yang terjadi tidak berada pada titik equilibrium, sehingga menimbulkan ketidakefisienan.

Suatu contoh kasus, ada suatu proyek pembangunan jembatan. Nah disini terjadi 'kongkalikong' antara kontraktor dengan pemberi tender/proyek. Dalam hal ini, kontraktor memberikan harga tawaran, tentunya sudah termasuk biaya 'kongkalikong' tadi, dan sebagai akibatnya harga proyek pembangunan jembatan ini lebih tinggi dari yang seharusnya. Wajar... Sebagai kontraktor mereka tidak mau rugi, margin tetap, biaya 'kongkalikong' dimasukkan sebagai tambahan harga proyek. Yang tidak wajar ialah
1. Mengapa harus ada 'kongkalikong' tersebut, yang tentunya menimbulkan persaingan yang tidak sehat, bahkan dapat dimungkinkan terjadinya monopoli dalam bisnis.
2. Secara umum, korupsi ini merugikan khalayak banyak, seperti contoh kasus diatas dimana harga menjadi lebih tinggi, dan menguntungkan sebagian kecil pihak yang mendapatkan hasil dari 'kongkalikong' tersebut.
3. Belom lagi jika si kontraktor serakah. Margin ditinggikan, mutu diabaikan. Lagi-lagi khalayak umum ya jadi korban.

Yah.. Apa mau dikata, korupsi sudah menjadi budaya di negara ini, mulai dari korupsi kecil-kecilan, menyelewengkan uang parkir, pungutan liar untuk pengurusan surat-surat, uang keamanan pedagang kaki lima, ampe korupsi besar-besaran yang dilakukan sendiri maupun rame-rame. Baik sadar maupun tidak, mengeruk uang rakyat untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, negara makin miskin, orang-orang 'tertentu' semakin kaya. Bahkan kesenjangan sudah terlihat jelas di masa ini.

Inilah salah satu dampak terburuk dari korupsi, menimbulkan kesenjangan sosial yang makin tinggi. Uang yang seharusnya memiliki dampak berganda untuk masyarakat, ketika digunakan secara efektif dan efisien dalam menyokong program-program pemerintah, hanya berdampak pada penumpukan harta pribadi bagi sebagian orang. Jadi, korupsi dari segi ekonomi dapat dikatakan sebagai senjata pembunuh masal suatu negara (dalam skala besar) atau perusahaan (dalam skala kecil). Begitu menakutkannya korupsi, layaknya kanker yang menggerogoti inangnya, sampai-sampai negeri Cina menggantung para koruptornya. Lalu bagaimana dengan negara kita?